Hal paling membahagiakan saat masih kecil adalah setiap kali Ibu memanggil nama saya waktu baru pulang dari pasar Jatinegara atau pasar Senen sambil menenteng kantong kresek berisi buku-buku bekas. Sudah pasti beliau memanggil untuk menyerahkan tumpukan buku yang diikat tali rafia itu. Di antara banyak buku seperti kumpulan cerpen pustaka ola, novel misteri agatha christie dan buku pelajaran, ada satu yang sangat saya nantikan, yaitu serial novel lupus.
Anak-anak zaman sekarang mungkin tidak banyak yang tahu tentang serial novel legendaris di tahun 80 – 90 an karyanya Hilman Hariwijaya ini. Bahkan teman-teman saya pun gabanyak yang tahu, saya agak capek sebenernya ngasih tau temen-temen saya tentang buku ini karena pasti responnya langsung “Oh, kamu suka baca buku tentang penyakit ya?,” capek deh! Maklum sih soalnya kami kelahiran tahun 2002 jadi wajar saja kalau teman-teman saya banyak yang gatau. Tapi buat kamu-kamu yang baru tahu, saya sarankan buat baca LUPUS, segera!
Nama tokoh utama dari serial novel ini udah disebutkan di judulnya, yak anda benar, namanya Lupus. Cowok manis dan jahil yang doyan banget ngunyah permen karet serta main tebak-tebakan itu punya adik perempuan yang gak kalah manis dan juga gak kalah jahil bernama Lulu. Lupus punya banyak sahabat berkepribadian absurd yang semakin menambah keseruan kisah-kisah nya. Boim si playboy wannabe, Gusur si penyair sinting, Fifi Alone si paling ngartis dan masih banyak lagi. Lupus memanggil ayah dan ibunya dengan sebutan mami papi layaknya anak metropolitan sejati. Papinya terkenal sebagai orang yang sangat hemat (pelit) dan maminya seperti ibu-ibu pada biasanya bersifat cukup rempong.
Genre cerita novel ini adalah slice of life karena ini bukan kisah yang saling sambung-menyambung dari chapter satu ke chapter lainnya, tetapi berupa kumpulan cerita dari lupus kecil sampai lupus dewasa. Hubungan lupus dengan teman dan keluarganya bisa dibilang merupakan hubungan impian milik saya. Imajinasi saya tumbuh bersama serial novel ini, namun saya sendiri tumbuh sangat bertolak belakang dengannya. Lupus merupakan remaja yang supel sedangkan saya introvert mentok. Ia tidak terlalu peduli akademis sedangkan saya adalah “nerd”. Jadi pada akhirnya, kisah-kisah asik Lupus dan teman-temannya menjadi sebatas bahan tertawa saya saja. Sebenarnya serial novel Lupus ini buruk ya untuk kesehatan mental saya (bercandhyaa). Soalnya selama bertahun-tahun, saya selalu menantikan saat dimana saya masuk SMA. Saya kira kehidupan SMA akan seseru kisah-kisah lupus ini, tapi ternyata ketika saya jalani lebih banyak stresnya daripada bahagianya.
Sampai sekarang, novel-novel Lupus yang jumlahnya ada banyak itu masih tersimpan rapi di lemari buku saya. Sesekali saya membacanya ketika rindu dengan kehangatan pertemanan lupus dengan sahabat-sahabatnya juga bercandaan-bercandaan konyol yang entah mengapa selalu membuat saya merasa jadi bagian dari mereka.
Judul cerita lupus favorit saya adalah “Bangun Dong, Lupus.” Dikisahkan Lupus berantem sama maminya lalu pergi bareng temen-temennya ke puncak naik mobil pickup nya Aji. Di sana mereka bertemu dengan 3 perempuan eksentrik dan waktu mereka dihabiskan untuk ngeceng dengan orang-orang tersebut. Singkat cerita, Lupus akhirnya kangen dengan rumah dan pulang, saat jalan pulang Ia diberitahu bahwa maminya sampai bikin iklan di koran untuk nyari Lupus dan dia jadi merasa bersalah. Pas lupus sampai rumah, ternyata yang dicari sama maminya itu bukanlah Lupus melainkan sendok catering maminya yang dibawa olehnya. Lupus langsung merasa jengkel dan ngambek kemudian pergi dari rumah yang berujung dikejar oleh maminya (karena Lupus masih bawa sendok), tukang becak (karena lupus belum bayar) dan adiknya (bantuin maminya).
Penulis buku ini alias mas Hilman Hariwijaya meninggal tanggal 9 Maret 2022 silam, saya sangat sedih atas kepergian beliau sekaligus ingin mengucapkan terima kasih kepada beliau karena telah membuat sebuah karya yang telah mewarnai hidup saya. Saking saya merasa sangat terikat dengan cerita ini, Saya sampai membeli koran Jawa Pos tanggal 10 Maret 2022 langsung ke Jawa Pos nya lewat whatsapp karena saya ga nemu tempat beli di Jakarta. Saya lakukan itu sebab di halaman depannya ada Obituari untuk mas Hilman yang ditulis oleh Mas Eka Kurniawan, penulis yang gak kalah kerennya.

Leave a Reply