Perlahan-lahan kubuka jendela di atas tempat tidurku. Kuhirup udara segar yang mulai menyeruak memenuhi kamar. Kukunci pintu dan mulai kubaca lembaran-lembaran kenangan.
Tergambar jelas bahwa di sana aku bahagia. Bahwa telingaku sibuk mendengarkan seluruh leluconmu sedangkan mulutku tak berhenti menimpali semua kegilaanmu.
Bodoh, itu aku yang dulu. Membiarkan diriku terbiasa dengan suaramu yang menagih. Mengizinkan diriku untuk percaya, mungkin kali ini berbeda.
Bisakah diriku menjadi tempat untuk menetap. Bukan sekadar singgah lalu terkubur dalam tanah ingatanmu.
Kusadari ada yang janggal pada diriku. Selalu kurasakan ada pagar yang membatasi antara aku dan kamu. Antara aku dan dia. Aku dan aku. Sebenarnya ingin kurobohkan pagar itu kalau saja aku tahu caranya. Entah dari apa pagar itu dibuat, yang jelas itu adalah substansi terkuat di bumi ini.
Bertahun-tahun kucari tahu, lalu aku kehabisan waktu. Kuputuskan untuk bertanya kepada ilalang yang tumbuh bebas di sekitar pagar itu. Katanya coba tanyakan pada waktu. Sial! seluruh waktuku sudah habis kupakai. Sudikah kamu berikan sedikit waktumu untukku?
Leave a Reply