Ditulis pada tahun 2020 dan baru dipublish sekarang, haha.
Mencoba merangkum apa saja yang terjadi dan tidak terjadi tahun ini.
Sekarang sudah masuk bulan Desember, bulan terakhir di tahun yang penuh keos ini. Hampir tiap sore langit berubah menjadi abu-abu, pertanda hujan.
Awal tahun yang penuh perjuangan, bolak-balik Jakarta-Bandung untuk ikut les UTBK, Inten, tugas sekolah, ujian praktik, ujian sekolah. Semuanya Saya lakukan demi mendapatkan PTN yang saya mau. Lucunya pada waktu itu, Saya gatau PTN dan jurusan apa yang Saya mau. Perjuangan saya bisa dianalogikan sebagai sebuah skalar, punya besar tapi tidak punya arah. Saya tidak pernah hidup dengan ambisi, bahkan masuk SMAN 8 itu aja daftar nya last minute banget karena mindset yang dipakai selalu, belajar aja dulu biar nilai bagus nanti bisa milih kemana aja. Nampaknya mindset yang sama masih saya bawa tiga tahun kemudian, sungguh cerminan tidak mau belajar dari kesalahan.
Sebenarnya saya punya ambisi waktu di awal tahun, yaitu masuk ITB, ketika ditanya alasannya, saya hanya bisa menjawab “Karena mau ngekos.” Bodoh? Iya pake banget. Mana mungkin menjalani empat tahun perkuliahan hanya dengan modal euforia ngekos. Lalu kalau lanjut ditanya mau pilih fakultas apa, saya sih jawab dengan yakin, STEI ! Setelah itu ditanya lagi, emang di STEI bakal ngambil jurusan apa? Disini saya sadar, saya gatau apa-apaan tentang STEI dan ITB padahal waktu itu udah pernah ikut open house, udah bulan januari juga, jadi kentara banget kan kalau saya sebenernya gatau apa yang saya mau. Berbulan-bulan berdebat sama mama gamau masuk UI, hanya karena saya gamau nurutin omongan orangtua aja sih sebenernya, ditambah teknik ITB yang kesannya jauh lebih prestisius jika dibandingkan dengan teknik UI.
Pada akhirnya ketika saya harus memilih, pilihan saya jatuh ke UI – Elektro, kampus saya sekarang. Sebuah keputusan yang sangat berat, bukan karena alasan saya cinta mati sama ITB, tetapi karena saya merasa saya mengambil jalur aman ketika di SNMPTN soalnya kalau dilihat peringkat saya buat masuk STEI itu chance nya tipis-tipis, sudah berada di posisi terakhir yang terambil tahun lalu. Sebenarnya banyak pertimbangan lainnya juga, seperti keadaan finansial keluarga dan mama yang gamau jauh-jauh dari saya.
Apakah saya senang diterima UI elektro lewat jalur SNMPTN? Sangat senang adalah jawabannya karena rasanya beban di pundak sudah hilang semua, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa di beberapa malam ketika mata sulit terpejam, pikiran “Apakah sebenarnya saya mampu untuk masuk ITB? Apakah saya seorang pengecut?” kerap datang dan tidak ada yang bisa saya lakukan selain menyesali kemungkinan-kemungkinan yang terputar di otak. Memang susah sekali ya untuk mensyukuri apa yang telah didapat.
——–
Bisa dibilang tahun ini adalah tahun dimana saya paling banyak berusaha untuk meningkatkan diri saya secara personal dan saya bangga akan hal ini.
Leave a Reply